Apa saja parameter wajib yang perlu dianalisa pada air limbah domestik? Para analis dan operator pasti setuju bahwa parameter kebutuhan oksigen kimia (KOK) atau chemical oxygen demand (COD) dan kebutuhan oksigen biologi (KOB) atau biochemical oxygen demand (BOD) adalah parameter yang hampir selalu menjadi titik utama pada setiap air limbah. Tidak hanya kedua parameter tersebut, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 dijelaskan bahwa pH, total padatan tersuspensi atau total suspended solids (TSS), minyak dan lemak (oil and grease), amonia dan total coliform juga merupakan parameter wajib ukur untuk air limbah lingkup domestik. Cara uji semua parameter ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 6989 yang diadaptasi dari American Public Health Association (APHA) ataupun American Material Testing Methods (ASTM). Lalu apa saja metode dan kriteria alat yang perlu dipenuhi oleh user? Artikel ini akan membahas hal tersebut.
Setiap sektor pasti menghasilkan limbah buang berupa air yang disebut sebagai air limbah. Pada sektor domestik, pemerintah telah menentukan baku mutu air limbahnya pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Tahun 2016. Dalam baku mutu tersebut, disebutkan nilai maksimum dari setiap parameter wajib ukur dari air limbah. Baku mutu parameter dan standar metode pengujiannya ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Baku Mutu Parameter Air Limbah Domestik
Parameter | Nilai Maksimum | Nomor Metode |
pH | 6 - 9 | SNI 06-6989.11 Tahun 2004 |
BOD | 30 mg/L | SNI 6989.72 Tahun 2009 |
COD | 100 mg/L | SNI 6989.2 Tahun 2019 |
TSS | 30 mg/L | SNI 6989.3 Tahun 2019 |
Minyak dan Lemak | 5 mg/L | SNI 06.6989.10 Tahun 2004 |
Ammoniak | 10 mg/L | SNI 06-6989.30 Tahun 2004 |
Total Coliform | 3000 cfu/ 100 mL | SNI 2332.1 Tahun 2015 |
Derajat keasaman atau pH adalah standar utama yang perlu dianalisa terlebih dahulu dalam sampel air limbah. Nilainya dapat mengindikasikan zat - zat kontaminan yang terkandung dalam air limbah. Pengujiannya dapat dilakukan secara laboratorium dengan menggunakan alat pH meter benchtop, secara lapangan dengan menggunakan alat pH meter portable ataupun secara real time dengan menggunakan sensor pH online yang disertai dengan controller. Ketiganya memiliki prinsip pengukuran yang sama yakni dengan mengukur interaksi antara ion hidrogen (H+) dalam sampel dengan ion hidrogen yang ada pada bagian balb sensor. Interaksi ini akan menghasilkan potensial reaksi yang akan dibaca oleh elektroda uji. Nilai potensial reaksi ini kemudian dibandingkan dengan nilai potensial dari elektroda referensi. Perbedaan potensial inilah yang nantinya diterjemahkan oleh sistem sehingga terdisplay nilai pH pada layar alat.
Kunci utama dalam pengujian pH adalah pada pemilihan dan perawatan sensor pH. Pemilihannya pun bergantung pada sifat dan karakteristik sampel terkait. Pada sampel air limbah, disarankan analis memilih elektroda dengan tipe double junction atau diatasnya, karena adanya junction tambahan sama dengan menyediakan ruang tambahan untuk terjadinya reaksi sehingga sampel yang keruh sekalipun dapat dibaca oleh tipe elektroda ini. Namun, untuk kebutuhan pembacaan real time tipe double junction terkadang juga mengalami beberapa kendala. Hal ini karena sensor pH online direndam dalam sampel secara kontinu 24/7 hingga lebih dari 2 bulan. Improvisasi pun dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut. Salah satu improvisasi yang berhasil adalah dengan menambahkan adanya elektroda tambahan yang menunjang dan memaksimalkan pengukuran pH pada air limbah keruh secara kontinu dan real time. Elektroda ini disebut sebagai elektroda ketiga atau ground electrode.
Gambar 1. Tipe Alat pH meter (A) Tipe Benchtop, (B) Tipe Portable dan (C) Tipe Online
Parameter ini dapat diuji dengan beberapa metode. Adapun metode tersebut adalah metode titrasi iodometri dengan modifikasi azida, metode dilusi dan metode respirometrik. Metode titrasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat automatic titrator ataupun dengan alat konvensional berbasis kaca (glassware). Ketiga metode ini memang memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengukur nilai BOD. Namun ketiganya memiliki prinsip yang berbeda. Antara metode titrasi dan metode dilusi memiliki kesamaan yakni keduanya sama - sama mengukur nilai oksigen terlarut (dissolved oxygen/ DO) dalam sampel. Pengukuran nilai DO ini dilakukan pada saat sebelum dan setelah proses inkubasi. Pada metode titrasi, oksigen terlarut dalam sampel akan mengoksidasi ion mangan (II) sehingga berubah menjadi bilangan oksida yang lebih tinggi (mangan (IV)) yang akan direaksikan dengan iodin (I2), yang mana nilai oksigen terlarut ini ekuivalen terhadap larutan iodin yang dibutuhkan. Disisi lain, metode dilusi dilakukan dengan menggunakan alat DO meter. Nilai BOD kemudian dihitung dengan suatu rumus.
Berbeda dari keduanya, metode respirometrik mengukur nilai BOD secara langsung yakni dengan mengukur tekanan gas. Pada metode ini dibutuhkan alkali hidroksida untuk menangkap gas buang hasil respirasi bakteri aerob. Meskipun berbeda, ketiga metode ini memiliki syarat yang sama yakni:
Sampel tidak boleh mengandung zat toksik seperti klorin dan turunannya, logam berat, peroksida dan lainnya;
Sampel harus dikondisikan pada rentang pH 6.5 - 7.5;
Sampel harus dikondisikan pada suhu 20oC dalam inkubator khusus BOD;
Sampel tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam dari saat dikumpulkan.
​Gambar 2. Tampilan Alat BOD Sensor dan Inkubator khusus BOD
Parameter ini adalah parameter wajib yang selalu menjadi acuan kualitas air limbah setelah parameter pH. Pengukurannya dilakukan dengan dua tahap yakni tahap destruksi dan tahap analisa. Tahap destruksi dilakukan dengan memanaskan sampel pada suhu 150oC selama 120 menit. Tahap analisa dapat dilakukan dengan dua teknik, yakni teknik titrasi dan teknik pengukuran secara fotometri. Tentunya perlu ada jeda antara tahap destruksi dan tahap analisa, yaitu dengan mengkondisikan sampel hasil destruksi pada hingga mencapai suhu ruang. Pada alat spektrofotometer, COD diukur pada panjang gelombang 420 nm pada konsentrasi rendah atau 620 nm pada konsentrasi tinggi.
Beberapa yang perlu dijadikan catatan untuk melakukan analisa COD yaitu:
Jika sampel tidak segera dianalisa maka sampel perlu diasamkan dan disimpan pada suhu dingin, yakni berkisar 2 - 6oC.
Untuk melakukan analisa, sampel yang telah disimpan perlu dinaikkan pH dan suhunya yakni hingga mencapai kondisi netral dan suhu ruang.
Sampel hasil destruksi perlu didinginkan hingga suhu ruang untuk mencegah kerusakan alat, terutama pada alat spektrofotometer.
Lubang pemanas destruksi perlu dibersihkan secara berkala karena debu yang menempel pada selubung lubang destruksi dapat menghambat proses destruksi.
​Gambar 3. Kebutuhan Uji COD secara Spektrofotometri (a) Reaktor, (b) reagen COD dan (c) Alat Spektrofotometer
Disebutkan dalam SNI Nomor 6989 Bagian 3 Tahun 2019 bahwa metode gravimetri direkomendasikan untuk menentukan nilai TSS pada sampel air dan air limbah. Dalam hal ini, beberapa alat pun yang diperlukan seperti filter set, oven, neraca analitik (analytical balance) serta desikator. Prinsipnya adalah dengan menyaring, mengeringkan dan menimbang bobot residu dari air limbah yang diuji. Pengeringan dilakukan pada suhu 105oC selama 30 - 60 menit. Namun metode ini dinilai kurang efisien bagi industri yang memiliki banyak sampel, karena uji masih dilakukan secara konvensional.
Sebagai alternatif, uji total padatan tersuspensi / total suspended solids (TSS) juga dapat dilakukan secara spektrofotometri/kolorimetri. Pengukurannya dilakukan pada panjang gelombang 810 nm, tanpa menggunakan reagen. Hanya saja, nilai yang terukur bukanlah suatu nilai yang pasti, melainkan suatu taksiran. Meskipun begitu, nilai ini tetap dapat dijadikan sebagai acuan dengan tetap melakukan pemantauan terhadap nilai TSS dengan metode gravimetri secara berkala.
Gambar 4. Tampilan Alat TSS Portable
Mengukur nilai minyak dan lemak (oil and grease/ OG) dalam air limbah memang sebuah tantangan tersendiri bagi para analis. Hal ini telah dijelaskan pada artikel sebelumnya bahwa beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur nilai OG seperti HEM dan SGT-HEM serta metode ekstraksi - gravimetri dimana cara ekstraksi yang dapat dilakukan yaitu metode sokletasi ataupun metode Randall. Metode ini disarankan dan tercantum pada American Public Health Associations (APHA) 5520. Lazimnya, metode ekstraksi - gravimetri lebih dipilih dibandingkan metode lainnya. Hal ini karena caranya yang lebih mudah untuk dapat diaplikasikan.
Gambar 5. Contoh Alat Ekstraksi Metode Randall
Pengukuran nilai amonia dapat dilakukan dengan menggunakan cara spektrofotometri yakni melalui metode fenat, Nessler ataupun metode salisilat (salicylate). Metode - metode ini disarankan oleh beberapa standar acuan seperti SNI, USEPA dan Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. Meski ketiga metode ini menggunakan reagen yang berbeda, namun ketiganya tetap menggunakan prinsip spektrofotometri yakni dengan mengukur persentase cahaya yang terserap oleh senyawa kompleks yang terbentuk. Panjang gelombang yang digunakan pada metode fenat adalah 640 nm, sedangkan pada metode Nessler dan metode salisilat masing - masing adalah 425 nm dan 655 nm.
Gambar 6. Contoh Tampilan Reagen Uji Ammonia (A) Powder Pillow dan (B) Tabung TNT
Total Coliform menjadi parameter wajib pada baku mutu air limbah domestik karena kebanyakan bakteri Coliform dikeluarkan dari tubuh manusia. Bakteri ini bersifat racun bahkan dalam beberapa kasus dapat bersifat karsinogenik bagi manusia. Adapun beberapa metode dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah bakteri ini seperti metode most probable number (MPN) atau angka paling mungkin (APM) dan metode angka lempeng total (ALT). Meski dalam langkah ataupun prinsipnya berbeda, namun kedua metode ini tetap membutuhkan satu alat yang sama yaitu inkubator.
Selain alat inkubator, pada metode ALT dibutuhkan alat tambahan seperti alat penghitung bakteri (colony counter) untuk menghitung jumlah koloni bakteri secara lebih rinci dan akurat. Namun disisi lain, uji MPN menitik beratkan pada pemilihan media uji yang digunakan, karena media - media tertentu mengandung nutrisi khusus untuk pertumbuhan bakteri tertentu. Pada kasus Coliform, analis dapat menggunakan media brilliant green lactose 2% bile broth (BGLB).
Gambar 7. Contoh Alat Colony Counter
Dari ketujuh parameter tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap parameter memiliki cara ujinya masing - masing yang disarankan oleh suatu standar uji. Metode yang beragam hanya memberikan kemudahan dan opsi bagi para analis untuk menyesuaikannya dengan karakteristik air limbah yang hendak diuji. Penentuan metode akan mempengaruhi instrumentasi yang digunakan oleh analis untuk mendukung efisiensi dan efektivitas uji.
Referensi
American Public Health Association (APHA). Standard Method 5210 : “Biochemical Oxygen Demand”
American Public Health Association (APHA). Standard Method 5520 : “Standard Method of Examination Water and Wastewater Oil and Grease”
Badan Standardisasi Nasional. 2019. Standar Nasional Indonesia Nomor 6989.3 tentang “Air dan Air Limbah - Bagian 2 : Cara uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/ COD) dengan Refluks Tertutup secara Spektrofotometri”
Badan Standardisasi Nasional. 2019. Standar Nasional Indonesia Nomor 6989.3 tentang “Air dan Air Limbah - Bagian 3 : Cara Uji Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solids/ TSS) secara Gravimetri”
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia Nomor 6989 tentang “Air dan Air Limbah - Bagian 72 : Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biologi (Biochemical Oxygen Demand/ BOD)”
Badan Standardisasi Nasional. 2005. Standar Nasional Indonesia Nomor 6989.30 tentang “Air dan Air Limbah - Bagian 30 : Cara Uji Amonia dengan Spektrofotometer secara Fenat”
Environmental Protection Agency. 2010. Method 1664, Revision B : n-Hexance Extractable Material (HEM; Oil and Grease) and Silica Gel Treated n-Hexane Extractable Material (SGT-HEM; Non-Polar Material) by Extraction and Gravimetry. USA
Velp Scientifica. 2019. BOD test with Control Test Tablets : Biochemical Oxygen Demand according to Respirometric Method. Italy: Velp Scientifica