Kadar air merupakan salah satu kunci utama penentu kualitas bahan baku ataupun produk jadi (finished good). Para pelaku industri pasti setuju bahwa metode termogravimetri (thermogravimetry) adalah cara yang cukup strategis dan efisien untuk mengukur kadar air (water content) ataupun total padatan (total solids) pada sampel. Namun, tentu saja cara penerapannya bergantung pada jenis sampel aplikasinya. Terkhusus untuk aplikasi bubur pulp dan kayu, pengujian kadar air pun dapat dilakukan dengan metode Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 08-7070 Tahun 2005 yang diadaptasi dari TAPPI T-412-om02. Untuk menjalankan metode ini, apa saja hal - hal penting yang diperlukan? Artikel ini akan membahas hal - hal penting tersebut dengan lugas.
Metode pemanasan ini merupakan salah satu cara termudah untuk menentukan kadar air. Secara prinsip, metode ini dilakukan dengan membandingkan bobot sampel antara sebelum dan setelah pemanasan dilakukan. Sampel yang telah diketahui bobotnya dipanaskan dalam oven dengan suhu berkisar 105oC +/- 3oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali bobotnya dengan neraca analitik (analytical balance). Namun, metode ini hanya dapat dilakukan untuk sampel pulp dan kayu yang tidak mengandung zat yang dapat menguap pada suhu 105oC +/- 3oC. Jika sampel pulp dan kayu mengandung zat yang mudah menguap pada suhu tersebut, maka analis disarankan untuk menggunakan metode lainnya, seperti metode destilasi ataupun metode titrasi Karl Fisher. Alur penerapan metode ini ditunjukkan pada Gambar 1 dan hasilnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Setiap analisa tentu memiliki faktor penting yang harus diperhatikan baik sebelum dan saat analisa berlangsung. Pada sampel pulp dan kayu, maka analis perlu memperhatikan hal - hal berikut:
Bentuk dan Tekstur Sampel
Dalam hal ini, analis harus memperhatikan beberapa hal, seperti kandungan sampel, bentuk dan tekstur sampel yang hendak diuji. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, metode ini hanya cocok untuk diterapkan pada sampel yang tidak mengandung zat yang mudah menguap pada suhu 105oC. Jika bentuk sampel terlalu besar, maka analis perlu memperbesar luas permukaannya dengan cara milling atau mengubah sampel menjadi serpihan - serpihan kecil. Hal ini guna untuk mengoptimalkan pemanasan pada sampel.
Cara Pengambilan Contoh Sampel
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), pengambilan contoh pulp dan serpihan kayu pun berbeda. Tercantum dalam SNI Nomor 7835 Bagian 2 Tahun 2012, bahwa perlu diambil sekitar ± 15 kg serpihan kayu dimana cara pengambilannya bergantung pada mesin conveyor belt yang digunakan. Pada sampel pulp, perlu digunakan alat cetak untuk mengiris pulp dengan diameter 100 mm, 30 mm, atau bentuk segitiga dengan sudut 24o dengan tinggi 460 mm, yang mana hal ini tertulis dalam SNI Nomor 1030 Tahun 2009.
Peletakkan Sampel
Panas yang diaplikasikan pada sampel haruslah terdistribusi secara merata, sehingga penguapan air atau pengeringan sampel dapat berlangsung secara optimal. Supaya panas yang diterima sampel rata, maka sampel harus diposisikan dengan rata seperti pada Gambar 2a. Jika sampel yang perlu diuji cukup banyak, hingga harus melibatkan rak kedua ataupun ketiga, maka analis perlu menempatkan sampel sampel tersebut secara sejajar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2b. Hal ini dimaksudkan agar udara panas yang dihasilkan di pre-heating chamber dapat terdistribusi secara merata, sehingga tidak terjadi penumpukkan udara panas pada bagian bawah saja melainkan juga terdistribusi ke seluruh bagian chamber oven.
Gambar 2. Peletakkan Sampel (a) dalam cawan dan (b) pada rak oven
Instrumentasi yang digunakan
Seperti yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, bahwa elemen penting dalam uji termogravimetri adalah suhu dan waktu. Biasanya keduanya dipengaruhi oleh tipe instrumen yang digunakan. Dalam hal ini, sistem yang terdapat dalam alat oven yang digunakan akan menentukan seberapa meratanya distribusi panas dalam chamber analisa. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh pada proses pengeringan sampel. Bahkan kesetimbangan dan kestabilan suhu perlu diukur secara saksama untuk memastikan bahwa instrumen yang digunakan dalam keadaan optimal. Selain itu, pemilihan neraca yang tepat juga dapat mendukung untuk mengoptimalkan hasil uji gravimetri yang dilakukan.
Kondisi Ambien Tempat Peletakan Alat
Kondisi ambien ruangan biasanya mempengaruhi kinerja alat. Namun hal ini bergantung pada sistem yang diterapkan pada alat. Sejauh ini, terdapat sistem konveksi (forced air) , sistem vakum (vacuum) ataupun udara bertekanan serta sistem udara alami (natural air) yang diterapkan pada beberapa tipe oven mungkin lebih baik sehingga dapat mengantisipasi dan membuat sistem terisolasi yang baik. Umumnya, kondisi ambien yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Namun, hal ini tentunya perlu dikonfirmasi ulang pada vendor terkait.
Kriteria Alat Yang Digunakan
Instrumen merupakan hal yang amat sangat kritis dalam setiap pengujian. Oleh karena itu, beberapa standar merekomendasikan alat dengan kriteria tertentu agar diperoleh hasil analisa yang optimal dan efisien. Baik dalam SNI ataupun Standar TAPPI, disebutkan bahwa pengujian kadar air membutuhkan oven, neraca analitik dan neraca presisi (precision balance), desikator, wadah aluminum ataupun botol timbang. Adapun alat yang memiliki kriteria tertentu dalam deretan alat tersebut yakni alat oven pengering dan neraca analitik ataupun neraca presisi.
Alat Oven
Pada SNI Nomor 7835 Bagian 3 Tahun 2012 dan SNI Nomor 08-7070, disebutkan bahwa alat oven harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Alat Neraca Analitik dan Neraca Presisi
Neraca analitik perlu memiliki ketelitian sebesar 0.1 mg, sedangkan neraca presisi perlu memiliki ketelitian 0.05 g. Perlu dijadikan catatan bahwa setidaknya neraca analitik yang digunakan memiliki kapasitas penimbangan diatas 200 gram. Hal ini karena sampel yang perlu dianalisa setidaknya berjumlah 200 gram. Disisi lain, kebutuhan neraca presisi tidak disebutkan kapasitas maksimumnya, sehingga analis dapat memilih jenis neraca dengan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan. Namun, ada baiknya apabila analis memilih neraca dengan kapasitas maksimum yang lebih tinggi, setidaknya 100 gram lebih tinggi dari kapasitas maksimum sampel. Hal ini guna untuk mendapatkan angka yang lebih pasti dengan distribusi data yang baik.
Dari keseluruhan kriteria yang disebutkan, terdapat satu hal yang utama dan tidak kalah penting, yakni perlunya dilakukan verifikasi dan kalibrasi pada instrumen - instrumen tersebut. Pada instrumen oven, kalibrasi dapat mencakup parameter suhu dan waktu, sedangkan pada neraca adalah parameter massa (bobot). Jika oven dapat dikalibrasi dengan termometer dan stopwatch referensi, maka neraca dikalibrasi dengan menggunakan anak timbang atau batu timbang.
Referensi:
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2005. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 08-7070 tentang “Cara Uji Kadar Air Pulp dan Kayu dengan Metode Pemanasan Dalam Oven”
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 1030 tentang “Pulp - Cara Pengambilan Contoh”
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2012. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7853 Bagian 2 tentang “Serpih Kayu (wood chips) untuk Pulp - Bagian 3 - Klasifikasi dan Persyaratan Bahan Baku Pulp”
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2012. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7853 Bagian 3 tentang “Serpih Kayu (wood chips) untuk Pulp - Bagian 3 : Cara Uji”
Memmert. 2023. Drying Ovens And Heating Ovens, https://www.memmert.com/products/heating-drying-ovens/ diakses pada Tanggal 14 September 2023